Gimana, ya...

Wow.
Terakhir kali gue nge-post  di sini adalah sekian jam sebelum 2016 berakhir. Sekarang, semester kedua kuliah gue-lah yang sudah mendekati 'selesai'. 

Apa yang terjadi selama lima bulan ini?

Banyak. Gue, apparently, mengalami begitu banyak hal yang, terus terang saja menggoyahkan kekonsistenan gue di awal. Gue memang sedikit lebih terbuka, tapi bukan berarti gue begitu saja bisa mengandalkan orang lain untuk menjadi sandaran gue. Gue bisa bercanda bareng, bisa ketawa bareng, bahkan beberapa temen mulai mempercayakan gue sebagai teman curhat mereka. 

Hanya saja, gue nggak bisa melakukan hal yang sama. Atau lebih tepatnya, belum bisa. 

Alasan utamanya adalah: teman-teman yang gue temui sangat baik. Apa gue setega itu untuk menambahkan beban hidup gue ke mereka? Apa mereka harus jadi 'tempat sampah' setiap kali gue suntuk? 

Kecemasan gue membuat gue memutuskan untuk menepis semua keinginan untuk curhat. Berakhirlah gue begitu gencar nge-post di sosmed sebagai ganti cerita sama temen. Dan curhatan itu pun gue kemas ke dalam satu narasi panjang, sehingga luapan emosi gue bisa bener-bener tersampaikan dengan baik. 

Terus terang, gue butuh satu orang yang bener-bener bisa jadi tempat sampah gue. Dulu, semasa SMA, gue punya satu orang temen cowok yang jadi korban curhatan gue. Dari gebetan, temen, bahkan ketakutan-ketakutan gue ditampung sama dia. Hanya saja, gue khawatir dia akan sangat terbebani kalau gue lanjut curhat sampai sekarang. Apalagi orang ini adalah sosok yang, well, emosional--sehingga seharusnya dialah yang banyak curhat ke gue. Bukan sebaliknya. 

Di kuliah ini, gue juga punya orang yang sebenernya berpotensi sebagai wadah curhat. Dia sangat sangat baik dan wise, sehingga beberapa kali gue terpancing untuk curhat ke dia. 

Hanya saja, keinginan itu gue tahan. Sekuat-kuatnya ditahan. Dia sendiri punya banyak masalah, dan gue nggak mau menambah masalahnya dengan masalah gue. Gue bahkan meminta dia untuk curhat ke gue setiap kali dia merasa suntuk atau kesal. Gue ingin menjadi teman. atai mungkin partner, atau siapapun--yang beneficial untuk dia, Bukannya malah jadi parasit. Dikit-dikit curhat. Dikit-dikit badmood. Itu gue nggak mau. 

Karena secara logika, pemikiran-pemikiran atau stigma negatif yang gue punya soal dunia hanya bisa dipahami oleh gue seorang. Ketika gue merasa ingin curhat, gue merasa, "Sebenernya ya ini salah kamu. Kok mikirnya gitu amat. Biasa aja, kali." Sehingga ujung-ujungnya gue urungkan lagi. 

Seenggaknya, gue seneng. Gue punya seorang adik yang paling nggak bisa jadi tempat curhat gue yang paling baik (walaupun kampret juga dia kadang-kadang), ortu yang supportive, dan temen-temen, baik yang baru atau yang lama, yang seenggaknya bikin gue belajar banyak hal. Soal loyalitas, soal perspektif baru, dan... soal masalah-masalah mereka yang membuat problem gue sama sekali nggak ada apa-apanya. 

Makasih banyak untuk apapun yang sudah kalian lakukan ke gue. I've learnt so much. 


Comments